Beranda | Artikel
Panduan Praktis Muslim Sejati
Selasa, 25 Juni 2019

Bismillah.

Menjadi seorang muslim adalah keutamaan yang sangat besar. Sebab dengan Islam itulah ia menjadi mulia dan meraih keselamatan. Allah berfirman (yang artinya), “Dan barangsiapa yang mencari selain Islam sebagai agama maka tidak akan diterima dan dia di akhirat akan termasuk golongan orang-orang yang merugi.” (Ali ‘Imran : 85)

Diantara perkara yang membuat kehidupan seorang muslim menjadi semakin berarti adalah :

Pertama, mengikhlaskan segenap ibadahnya kepada Allah. Allah berfirman (yang artinya), “Dan tidaklah mereka diperintahkan melainkan supaya beribadah kepada Allah dengan memurnikan agama untuk-Nya dengan hanif, mendirikan sholat, dan menunaikan zakat. Dan itulah agama yang lurus.” (al-Bayyinah : 5). Ibadah yang diterima adalah yang ikhlas dan bersih dari syirik.

Kedua, menjauhi syirik kepada Allah. Allah berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya barangsiapa yang mempersekutukan Allah maka benar-benar Allah haramkan atasnya surga dan tempat tinggalnya adalah neraka, dan tidak ada bagi orang-orang zalim itu sedikit pun penolong.” (al-Ma-idah : 72). Syirik menghapuskan amalan dan menjadi sebab kekal di neraka.

Ketiga, bertaubat kepada Allah dari segala dosa dan kesalahan. Allah berfirman (yang artinya), “Dan bertaubatlah kalian semua kepada Allah wahai orang-orang beriman, mudah-mudahan kalian beruntung.” (an-Nur : 31). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Demi Allah, sesungguhnya aku memohon ampun kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya dalam sehari lebih dari 70 kali.” (HR. Bukhari no 6307)

Catatan : al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah menyebutkan riwayat dari Imam Nasa’i dari Ibnu Umar radhiyallahu’anhuma, beliau mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca ‘Astaghfirullahalladzi laa ilaha illa huwal hayyul qayyum wa atuubu ilaih’ dalam satu majelis sebelum bangkit sebanyak 100 kali (lihat Fath al-Bari bi Syarhi Shahih al-Bukhari, 11/115)

Keempat, membaguskan wudhu. Karena hal ini menjadi sebab larutnya dosa-dosa. Dari Utsman bin Affan radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa berwudhu dan membaguskan wudhunya maka akan keluar dosa-dosa dari tubuhnya sampai ia akan keluar dari bawah kuku-kukunya.” (HR. Muslim no 245)

Kelima, banyak-banyak mengingat Allah. Karena dzikir kepada Allah merupakan sebab ketenangan hati dan datangnya pertolongan Allah. Allah berfirman (yang artinya), “Wahai orang-orang yang beriman, ingatlah kepada Allah dengan dzikir yang banyak, dan sucikanlah Ia pada waktu pagi dan sore.” (al-Ahzab : 41-42). Allah berfirman (yang artinya), “Maka ingatlah kalian kepada-Ku niscaya Aku pun akan mengingat kalian…” (al-Baqarah : 152)

Keenam, sering-sering berdoa meminta ampunan kepada Allah terutama ketika sedang ruku’ dan sujud di dalam sholat. Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, beliau mengatakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa membaca doa di dalam sujudnya, ‘Allahummaghfirli dzanbi kullahu, diqqahu wa jillahu, awwalahu wa aakhirahu, wa ‘alaaniyyatahu wa sirrahu’ artinya, “Ya Allah ampunilah dosaku semuanya; yang sedikit ataupun yang banyak, yang awal maupun yang akhir, yang terang-terangan maupun yang sembunyi-sembunyi.” (HR. Muslim no 483)

‘Aisyah radhiyallahu’anha meriwayatkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memperbanyak bacaan doa ketika ruku’ dan sujud yaitu ucapan ‘Subhanakallahumma Rabbana wa bihamdika, Allahummaghfirli’ yang artinya, “Mahasuci Engkau ya Allah Rabb kami, dan dengan memuji-Mu, Ya Allah ampunilah aku.” (HR. Bukhari no 817 dan Muslim no 484)

Catatan : Imam Nawawi rahimahullah menukil keterangan para ulama bahwa makna ucapan ‘wa bihamdika’ (dan dengan memuji-Mu) artinya karena memuji-Mu aku bertasbih/menyucikan-Mu. Maknanya adalah karena taufik dari-Mu kepadaku, dengan hidayah dan keutamaan dari-Mu kepadaku aku menyucikan-Mu, bukan karena daya dan kekuatanku belaka. Maka di dalam kalimat ini terkandung syukur kepada Allah atas nikmat ini (yaitu nikmat ibadah, pent) (lihat al-Minhaj Syarh Shahih Muslim ibn al-Hajjaj atau yang biasa disebut Syarah Muslim, 3/295)

Ketujuh, selalu memohon pertolongan kepada Allah dalam rangka menunaikan ibadah dan ketaatan kepada-Nya. Hal ini telah diisyaratkan oleh sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Mu’adz bin Jabal radhiyallahu’anhu bahwa suatu ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mewasiatkan kepadanya untuk merutinkan bacaan di dubur sholat ‘Allahumma a’inni ‘ala dzikrika wa syukrika wa husni ‘ibadatika’ yang artinya, “Ya Allah, bantulah aku dalam mengingat-Mu, bersyukur kepada-Mu dan membaguskan ibadah kepada-Mu.” (HR. Abu Dawud dan dinyatakan sahih oleh al-Albani dalam Shahih Sunan Abu Dawud 1/417 ). Yang dimaksud dubur sholat -menurut sebagian ulama- adalah sebelum salam, dan ini merupakan pendapat Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah (lihat Fiqh al-Ad’iyah wal Adzkar, 3/169 karya Syaikh Abdurrazzaq al-Badr)

Catatan : Para ulama berbeda pendapat apakah bacaan doa ini dibaca sebelum salam atau sesudah salam. Pendapat yang dipilih oleh Syaikh Utsaimin rahimahullah apabila suatu bacaan itu berisi dzikir maka itu dibaca setelah salam sedangkan apabila bacaan itu berisi doa maka dibaca sebelum/mendekati salam. Pendapat yang dipilih Syaikh Bin Baz rahimahullah bacaan ini sebaiknya dibaca sebelum salam (lihat It-haful Muslim bi Syarhi Hishnul Muslim, hlm. 377)

Diantara ulama yang memilih pendapat bahwa doa ini dibaca setelah sholat -setelah salam- adalah Syaikh Abdullah bin Abdurrahman al-Jibrin dan Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu rahimahumallah. Silahkan baca kitab Ibhajul Mu’minin bi Syarhi Manhajis Salikin karya Syaikh al-Jibrin (Jilid 1 hlm. 158) dan kitab Tuhfatul Abrar fil Ad’iyah wal Adab wal Adzkar karya Syaikh Jamil Zainu (hlm. 72). Begitu pula pendapat yang dipilih oleh Syaikh Husain al-’Awaisyah hafizhahullah -salah seorang murid Syaikh al-Albani- dalam kitabnya al-Mausu’ah al-Fiqhiyah al-Muyassarah (2/95-96) dan kitab beliau Syarh Shahih al-Adab al-Mufrad (Juz 1 hlm. 348)

Imam Nawawi rahimahullah dalam kitabnya al-Adzkar juga memasukkan bacaan doa ini dalam kumpulan bacaan dzikir setelah sholat (lihat Nailul Authar bi Takhrij Ahadits Kitab al-Adzkar hlm. 182-184 karya Syaikh Salim al-Hilali hafizhahullah). Perbedaan pendapat ini muncul karena dalam bahasa arab kata ‘dubur’ bisa bermakna bagian belakang sesuatu dan bisa juga bermakna sesudah atau setelahnya (lihat al-Mu’jam al-’Arabiy Baina Yadaik, hlm. 139)

Apabila kita cermati hadits-hadits yang menyebutkan bacaan doa/dzikir Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam setelah sholat kita akan menemukan bahwa istilah ‘dubur’ maksudnya yang lebih tepat –wallahu a’lam– adalah sesudah sholat. Misalnya, dalam Shahih Bukhari hadits no 844 disebutkan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa membaca pada ‘dubur’ tiap sholat wajib laa ilaha illallah wahdahu laa syarika lah dst.” Dalam jalur lainnya di hadits no 6330 disebutkan, “Adalah beliau pada ‘dubur’ tiap sholat yaitu setelah salam membaca laa ilaha illallah dst.” Dalam jalur yang lain di hadits no 6615 dengan redaksi, “Aku mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca di belakang/sesudah sholat laa ilaha illallahu wahdahu laa syarika lah dst.” Oleh sebab itu Ibnu Hajar rahimahullah menafsirkan kata ‘dubur’ yang tercantum dalam hadits Mu’adz di atas kepada makna sesudah salam (lihat Fat-hul Bari, 11/150-151). Wallahu a’lam.

Demikian sedikit catatan yang dapat kami sajikan -dengan taufik dan kemudahan dari Allah semata- semoga bisa bermanfaat bagi kami dan segenap pembaca. Wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa shahbihi wa sallam. Walhamdulillahi Rabbil ‘alamin.

Yogyakarta, Syawwal 1440 H


Artikel asli: https://www.al-mubarok.com/panduan-praktis-muslim-sejati/